Selamat dateng e blog-ga Oreng Madura "Blog-M" [Learn, Share, and Serve for Madura]

Sabtu, 15 Mei 2010

Panembahan Notokusumo I

sore-sore nganggur gak ada kerjaan, saya buka lagi gambar-gambar foto yang saya download sebelummya di facebooknya oreng madura, diantara puluhan foto tentang madura, ada yang menarik perhatian untuk di simak dan di amati benar atau tidaknya, ya, "madura tempoe dulu" foto itu yang menarik perhatian saya, diantara foto-foto tersebut ada tulisan "tropenmuseum" sebagi sumbernya, iseng-iseng saya buka lagi link tersebut, ternyata itu link dari museum yang ada di Belanda, disana pulalah saya mendapatkan koleksi foto-foto madura tempo dulu, salah satu diantaranya adalah foto Raja Sumenep yaitu Panembahan Somala dengan gelar Panembahan Notokusumo I bersama rombongannya , Panembahan Notokusumo I adalah putra dari Bendoro Saut yang bergelar R.T. Tirtonegoro yang juga Raja sumenep ke-30 . Panembahan Notokusumo I menggatikan pemerintahan ayahandanaya pada tahun 1762 sesuai dengan wasiat dari Ratu Tirtonegoro. Beberapa kejadian penting terjadi pada pemerintahan Panembahan Notokusumo I, diantaranya : Pemisahan kabupaten panarukan dari daerah Sumenep, yang pada awal mulanya panarukan masuk kedalam kekuasaan kerajaan Madura, Kejadian yang lain yang tak akan terlupakan yaitu pembangunan keraton Sumenep dan Masjid Jami' Sumenep pada tahun 1763. Pada tahun 1810, Panembahan Somala diminta datang oleh kompeni ke Semarang untuk ikut serta menjaga daerah pesisir sehubungan dengan timbunya peperangan antara belanda dan Inggris.
Nah, kemungkinan foto diatas diambil pada saat Panembahan Sumolo diundang oleh kompeni ke Semarang.

Ketoprak, Lundruk, Adjhing, teater rakyat di tengah perkembangan zaman

Malam minggu tak sengaja buka radio streaming RRI sumenep pro 1, eh ternyata lagi programnya kesenian ludruk berbahasa Madura, iseng-iseng saya coba dengarkan sejenak, wah, menarik juga ternyata. hayalan saya tentang tingkah laku pemainnya dan rasa keingin tahuan saya tentang apa itu ludruk mulai muncul di pikiran, tanpa buang waktu saya coba browsing, eh ternyata saya lupa kalau di laci meja ada buku tentang "Aneka Ragam Kesenian Sumenep" ternyata ada penjelasan tentang ludruk itu sendiri. Berikut isi dari buku tersebut mengenai ludruk atau adjhing (dalam bahasa Madura):

Ludruk atau ketoprak adalah pertunjukan tater musikal tanpa topeng, terminologi yang digunakan berubah-ubah. lodruk atau ketoprak berasal dari bahasa jawa.

Di jawa istilah ketoprak saat ini mengacu pada suatu jenis pertunjukan teater musikal tanpa topeng, yang menggabungkan narasi dan nyanyian serta diiringi musik gamelan.
ketoprak terdapat di seluruh pulau jawa, tetapi konon berasal dai daerah Jawa Tengah. Menurut suatu hipotesis asal-usulnya adalah "raket" yaitu suatu jenis pertunjukan pendek tanpa topeng yang pada mulanya berdasarkan nyayian dan tarian sewaktu menumbuk padi. Namun kira-kira pada abad ke 14 dijadikan tarian keraton. dan pada abad ke 19 ketoprak muncul sebagai genre pertunjukan teater tersendiri.

Menurut sebagian besar penulis, istilah ketoprak diperkirakan dari tiruan bunyi " prak, prak,prak" tiruan bunyi lesung yang digunakan sebagai pemberi isarat dalam pertunjukan teater dan tari.

Ludruk, teater musikal tanpa topeng, hanya terdapat di daerah jawa timur yang berasal dari Surabaya. ludruk berasal dari badoot dan ludrug, yakni tari duet yang salah satu penarinya berbusana perempuan. dalam istilah moderen badoot adalah pelawak.

Istilah lainnya dari ludruk itu sendiri adalah adhjing, yaitu genre drama madura yang paling awal, yang konon mendahului ludruk di madura. keberadaan adhjing di madura di masing-masing daerah mempunyai arti yang berbeda, menurut penduduk daerah Sumenep adhjing adalah pertunjukan yang bersifat doa pembawa kebaikan atau keagamaan yang diaminkan sekelompok laki-laki dan diiringi musik saronen.

Nah, dengan penjelasan tadi saya baru tahu, kalau ludruk di Madura tidak jauh berbeda dengan ludruk atau ketroprak yang ada di Jawa, hanya istilah nya yang berbeda, namun ada perbedaan mendasar yaitu pada pertujukannya, jika di pulau jawa untuk menghibur, ternyata di Madura untuk prosesi selamatan. ehm,,, betapa kanyanya budaya kita... bravo Madura

Eits, namun ada hal yang perlu saya tanyakan, masihkah anak muda zaman sekarang peduli terhadap kekayan budaya yang kita miliki ini?! tentunya ini kembali pada diri masing-masing.

Rabu, 28 April 2010

Tari Cangkelek Tembus Jawa Timur

SAMPANG - Satu lagi prestasi karya seni tari yang diraih civitas SMAN 2 Sampang. Setelah tenar dengan tarian Bako Mas yang sempat mengharumkan Sampang di 2009 dan sering tampil di even - even penting, SMAN 2 Sampang kini melahirkan tarian baru, Tari Cangkelek.

Tarian ini mendulang prestasi gemilang di Fesival Karya Tari Dan Lagu Pop Daerah Tingkat Jawa Timur. Dalam even yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur tersebut, Sanggar Citra yang berada di bawah naungan SMAN 2 Sampang meraih tiga penghargaan sekaligus. Uakni dinobatkan sebagai Penyaji Unggulan kategori Karya Tari, Kategori Lagu Pop Daerah dan Kategori Yel - Yel Lagu Pop Daerah.

"Bukan hanya itu mas, kami juga dipercaya tampil dalam acara penutup," ujar Bambang Hariyanto, pelatih Sanggar Citra dengan nada bangga.

Ditanya mengenai nama Cangkelek, Bambang mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari nama cawan jamu untuk dihidangkan ke tamu. "Cangkelek itu bahasa Madura yang berarti cawan. Itu yang menginspirasi saya untuk menciptakan tarian ini," tambahnya.

Kepala SMAN 2 Sampang A.G. Atuf mengaku ikut bangga atas prestasi yang diraih anak didiknya. "Yang jelas kami bangga bisa mengangkat nama Sampang di tingkat provinsi. Tapi ada satu kekurangannya. Kami masih belum punya fasilitas lengkap," ungkapnya.

Menurut dia, pelatih tari hanya menggunakan peralatan musik yang bukan milik SMAN 2 Sampang. Sebagian alat musik dipinjam ke Dewan Kesenian (DK) Sampang. Koran ini sempat diajak ke gudang penyimpanan peralatan musik milik SMAN 2 Sampang. "Alat - alat ini semuanya buatan sendiri. Yang penting bunyinya sesuai dengan yang diinginkan. Untuk perangkat gamelan karawitan, kita terpaksa pinjam ke DK," ujar Ipung - sapaan A.G. Atuf.

Dia mengharap dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah untuk ikut memperhatikan Sanggar Citra binaannya. "Harapan kami kepada pemerintah hanya satu, yaitu dukungannya terkait peralatan musik yang kami perlukan. Itu agar prestasi ini dapat kita tingkatkan. Kita tidak akan bisa maju kalau pemerintah tidak mendukung," ujarnya. (fei/lah/ed)Radar Madura